KENAPA KATA WIQAAYAH
DIJADIKAN MAKNA PENDIDIKAN ISLAM?
Kata wiqayah (وقاية) berasal dari
kata waqaa ((وقى yaqii (يقى) wiqayatan (وقاية) artinya: menjaga, memelihara (dari kesakitan)1).
Al-Qur’an2) menggunakan kata waqaa dalam Q.S al-Mukmin:45, at-Thur:18,
ad-Dukhon:56 dan surat ad-Dahr:11; Kata taqiy
dalam Q.S al-Mukmin:9 dan Nuh:81; Dan kata quu
dalam Q.S at-Tahrim:6; serta kata qi dalam
al Baqarah:201, al-Mukmin:7 dan 9; Kesemuanya berasal dari kata wiqayah.
Kata
Waqaa (وقى) terdapat
dalam:
1.
Q.S Al Mu’min ayat 45 :
çm9s%uqsù
ª!$# ÅV$t«Íhy $tB (#rãx6tB ( s-%tnur ÉA$t«Î/ tböqtãöÏù âäþqß É>#xyèø9$# ÇÍÎÈ
45. Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka,
dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang Amat buruk.
2.
Q.S At-Thur:18,
tûüÎgÅ3»sù !$yJÎ/ öNßg9s?#uä ÷Lài/u óOßg9s%urur öNåk5u z>#xtã ÉOÅspgø:$# ÇÊÑÈ
18. Mereka bersuka ria
dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka; dan Tuhan mereka
memelihara mereka dari azab neraka.
3. Q.S Ad-Dukhon:56
w
cqè%rät $ygÏù VöqyJø9$# wÎ) sps?öqyJø9$# 4n<rW{$# ( óOßg9s%urur z>#xtã ÉOÅspgø:$#
56. Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di
dunia. dan Allah memelihara mereka dari azab neraka,
Kata taqiy
dalam: 1. Q.S al-Mukmin:9
ãNÎgÏ%ur
ÏN$t«Íh¡¡9$# 4 `tBur È,s? ÏN$t«Íh¡¡9$# 7ͳtBöqt ôs)sù ¼çmtF÷H¿qu 4 Ï9ºsur uqèd ãöqxÿø9$# ÞOÏàyèø9$#
ÇÒÈ
9. Dan peliharalah mereka dari (balasan)
kejahatan. dan orang-orang yang Engkau pelihara dari (pembalasan) kejahatan
pada hari itu Maka Sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan
Itulah kemenangan yang besar".
2.
Q.S Nuh:81;
Èbr& (#rßç6ôã$# ©!$# çnqà)¨?$#ur ÈbqãèÏÛr&ur ÇÌÈ
(yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah
kepada-Nya dan taatlah kepadaKu,
kata qi dalam: 1.
Q.S Al Baqarah:201,
Oßg÷YÏBur `¨B ãAqà)t !$oY/u $oYÏ?#uä Îû $u÷R9$# ZpuZ|¡ym Îûur ÍotÅzFy$# ZpuZ|¡ym $oYÏ%ur z>#xtã Í$¨Z9$#
201.
Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa
neraka"
2.
Q.S Al-Mukmin:7
dan 9;
tûïÏ%©!$#
tbqè=ÏJøts z¸öyèø9$# ô`tBur ¼çms9öqym tbqßsÎm7|¡ç ÏôJpt¿2 öNÍkÍh5u tbqãZÏB÷sãur ¾ÏmÎ/ tbrãÏÿøótGó¡our tûïÏ%©#Ï9 (#qãZtB#uä $uZ/u |M÷èÅur ¨@à2 &äóÓx« ZpyJôm§ $VJù=Ïãur öÏÿøî$$sù tûïÏ%©#Ï9 (#qç/$s? (#qãèt7¨?$#ur y7n=Î6y öNÎgÏ%ur z>#xtã ËLìÅspgø:$# ÇÐÈ
7. (malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan Malaikat yang
berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya
serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan):
"Ya Tuhan Kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, Maka
berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau
dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala,
ãNÎgÏ%ur ÏN$t«Íh¡¡9$# 4 `tBur È,s? ÏN$t«Íh¡¡9$# 7ͳtBöqt ôs)sù ¼çmtF÷H¿qu 4 Ï9ºsur uqèd ãöqxÿø9$# ÞOÏàyèø9$#
Dan kata quu
dalam Q.S at-Tahrim:6
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
6. Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Kesemuanya mengandung pengertian wiqaayah: menjaga
dari sakit (neraka).
Kata Waqaa, yaqi juga menurunkan
kata Tawaqqaa dan Ittaqaa yang berarti takut kepada sesuatu3) Dan
al-Qur’an menggunakan derevasi kata ini untuk menyatakan salah satu hasil dari
proses yang ditempuh dalam rangka upaya menjaga diri dan keluarga dari api
neraka seperti yang diperintahkan dalam surat at-Tahrim ayat 6.
Setidaknya al-Qur’an menggunakan
derevasi kata waqaa untuk menjelaskan:
Keutamaan takwa: Q:S 2:103, 2:189, 2:197, 2:203, 2:224, 3:15, 3:76, 3:120, 3:123, 3:133, 3:172, 3:179, 3:186, 3:198, 3:200, 4:77, 4:128, 4:129, 5:35, 5:65, 5:93, 5:100, 6:155, 7:26, 7:35, 7:96, 7:156, 7:169, 7:201, 8:29, 9:4, 9:7, 9:36, 9:108, 12:57, 12:90, 12:109,
16:31, 16:128,
19:63, 24:52, 27:53, 36:45, 39:61, 39:73, 43:67, 49:13, 65:2, 65:3, 65:4, 65:5, 92:5
Menyeru pada ketakwaan: 2:41, 2:48, 2:194, 2:196, 2:197, 2:203, 2:223, 2:231, 2:233, 2:241, 2:278, 2:281, 2:282, 2:283, 3:50, 3:102, 3:123, 3:125, 3:130, 3:200, 4:1, 4:9, 4:128, 4:129, 4:131, 5:2, 5:4, 5:7, 5:8, 5:11, 5:35, 5:57, 5:88, 5:93, 5:96, 5:100, 5:108, 5:112, 6:51, 6:69, 6:72, 6:153, 6:155, 7:128, 8:1, 8:69, 9:119, 22:1, 30:31, 33:55, 33:70, 36:45, 37:124,
39:10, 39:16, 49:1, 49:12, 57:28, 58:9, 59:7, 59:18, 60:11, 64:16, 65:1, 65:10, 71:3
Pahala takwa: 2:212, 3:15, 3:120, 3:133, 3:172, 3:179, 3:198, 4:77, 5:65, 5:100, 6:32, 8:29, 9:4, 9:7, 9:36, 9:109, 9:123, 10:62, 10:63, 12:57, 12:109,
15:45, 16:30, 19:63, 19:85, 24:52, 25:15, 27:53, 39:20, 39:73, 64:16, 65:2, 68:34, 77:41, 78:31
Kedudukan
Wiqaayah dalam Konsep Pendidikan Islam
Terkait dengan Ayat 6 Surat
at-Tahrim Abuddin Nata mengutip penjelasan al Maroghi bahwa didalam ayat
tersebut terdapat kata quu anfusakum yang berarti buatlah sesuatu yang menjadi
penghalang datangnya siksaan api neraka dengan cara menjauhkan dari perbuatan
maksiat4).
|
|
Keterangan ayat di atas menunjukkan bahwa Islam menyerukan
kepada orang tua untuk memikul tanggung jawab terhadap anak-anak mereka. Islam
telah membebani para bapak dan ibu suatu tanggung jawab yang sangat besar di
dalam mendidik anak-anak dan mempersiapkan mereka dengan persiapan yang
sempurna untuk menanggung beban hidup mereka. Berkaitan dengan itu, Imam Al-Ghazali
menegaskan bahwa bagaimanapun bapak itu menjaga anak dari api neraka lebih
utama dari pada menjaganya dari api dunia. Untuk itu menurut Imam Al-Ghazali
sang orang tua (keluarga) harus memberikan pendidikan akhlak kepada anak-anaknya
agar terhindar dari apa yang diterangkan Al-Qur’an tersebut. (Al-Ghazali, 1964:
193).
Pendapat Imam Al-Ghazali tentang keharusan keluarga
memberikan pendidikan akhlak tersebut sejalan dengan keterangan yang bersumber
dari Rasulullah SAW dalam sabdanya:
عَلِّمُوْا
أَوْلاَدَكُم وَأَهْلِيْكُمُ الْخَيْرَ وَأَدِّبُوْهُمْ
Artinya:
“Ajarkanlah kebaikan (etika dan moral) kepada anak-anak kamu (laki-laki dan
perempuan) dan keluargamu (isteri atau suami) dan didiklah mereka (pendidikan,
olah pikir).” (Hadis Riwayat
Abdur Razzaq dan Sa'id Ibn Mansur)
Lihat juga Fuaduddin TM, Pengasuhan
Anak, hlm. 20-21).
Berkaitan dengan pendidikan akhlak (ta’dib) dalam keluarga, Imam Al-Ghazali, menilai bahwa anak
adalah amanah Allah yang harus melakukan tarbiyah, yakni menjaga dan
mendidik untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri kepada
Allah. Semua bayi yang
dilahirkan di dunia ini bagaikan sebuah mutiara yang belum diukur dan belum
berbentuk amanat bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanyalah yang akan mengukir
dan membentuknya menjadi mutiara yang berkualitas tinggi dan berakhlak mulia.
Maka ketergantungan anak kepada pendidiknya termasuk kepada orang tuanya akan
tampak sekali. Kedekatan ayah ibu (orang tua) dengan anak, jelas memberikan
pengaruh yang paling besar dalam proses tarbiyah (pembentukan) akhlak, dibanding
pengaruh yang diberikan oleh komponen pendidikan lainnya. Karena ikatan ibu
bapak dengan putera puterinya adalah lebih kuat daripada ikatan persaudaraan
dan ikatan lainnya. (Al-Ghazali, 1964: 128).
Lebih spesifik, di dalam Ihyā’ Ulūmuddīn pada bahasan tentang ta’lim
(melatih) budi pekerti yang baik pada anak Imam Al-Ghazali mengatakan: “Ketahuilah, bahwa cara melatih anak
itu sangat penting dan amat perlu. Anak adalah mutiara yang sangat
berharga bagi kedua orang tuanya. Hati yang suci adalah mutiara yang sangat
berharga, halus, dan bersih dari ukiran dan gambaran. Ia menerima semua yang
diukir padanya. Dan terpengaruh kepada semua yang dipengaruhkan padanya.”
(Al-Ghazali, 1964: 198).
Imam Al-Ghazali sangat
menganjurkan agar dalam pembinaan akhlak anak dilakukan dengan cara
latihan-latihan dan pembiasaan-pembiasaan yang sesuai dengan perkembangan jiwa
dan akalnya. Oleh karena
pembiasaan dan latihan akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat
laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat. Akhirnya tidak tergoyahkan karena
telah masuk menjadi bagian dari kepribadian. Sehingga Imam Al-Ghazali
menyatakan: “Jika anak itu
sejak tumbuhnya sudah dibiasakan dan diajari yang baik-baik, maka nantinya ketika
ia mencapai usia baligh tentulah ia akan dapat mengetahui rahasianya yakni
mengapa perbuatan yang tidak baik itu dilarang oleh ayah (orang tua).”
(Al-Ghazali, 1964: 193).
Dalam
rangka mencapai hasil pendidikan yang maksimal, al-Qur’an menawarkan konsep
pendidikan seperti dalam Q.S. Luqman/31:12-19 :
ôs)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±t $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî ÓÏJym ÇÊËÈ øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w õ8Îô³è@ «!$$Î/ ( cÎ) x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã ÇÊÌÈ $uZø¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷yÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷yÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) çÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ bÎ)ur #yyg»y_ #n?tã br& Íô±è@ Î1 $tB }§øs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ xsù $yJßg÷èÏÜè? ( $yJßgö6Ïm$|¹ur Îû $u÷R9$# $]ùrã÷ètB ( ôìÎ7¨?$#ur @Î6y ô`tB z>$tRr& ¥n<Î) 4 ¢OèO ¥n<Î) öNä3ãèÅ_ötB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ ¢Óo_ç6»t !$pk¨XÎ) bÎ) à7s? tA$s)÷WÏB 7p¬6ym ô`ÏiB 5Ayöyz `ä3tFsù Îû >ot÷|¹ ÷rr& Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÷rr& Îû ÇÚöF{$# ÏNù't $pkÍ5 ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# ì#ÏÜs9 ×Î7yz ÇÊÏÈ ¢Óo_ç6»t ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# ÷É9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºs ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ wur öÏiè|Áè? £s{ Ĩ$¨Z=Ï9 wur Ä·ôJs? Îû ÇÚöF{$# $·mttB ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøèC 9qãsù ÇÊÑÈ ôÅÁø%$#ur Îû Íô±tB ôÙàÒøî$#ur `ÏB y7Ï?öq|¹ 4 ¨bÎ) ts3Rr& ÏNºuqô¹F{$# ßNöq|Ás9 ÎÏJptø:$# ÇÊÒÈ
12. Dan Sesungguhnya telah Kami berikan
hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa
yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya
sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji".
13. Dan (ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
14. Dan Kami perintahkan kepada
manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah
mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu.
15. Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
16. (Luqman berkata): "Hai
anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada
dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat
dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
18. Dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri.
19. Dan sederhanalah kamu dalam
berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara
keledai.
Menurut
Abuddin, dalam ayat tersebut terdapat komponen pendidikan diantaranya: Pertama,
komponen pendidik yang dalam hal ini adalah kedua orangtua (Luqman) sebagai
kepala keluarga. Kedua, komponen anak didik dalam hal ini adalah putera Luqman
sendiri. Ketiga, komponen lingkungan dimana pendidikan tersebut berlangsung
dalam hal ini adalah lingkungan keluarga. Keempat, komponen materi (kurikulum)
pendidikan yang mencakup aqidah, menjauhkan syirik; akhlak mulia dengan
memuliakan orangtua, mendirikan sholat, beramar ma’ruf nahi munkar, bersikap
tabah, menjauhkan sombong, bersikap rendah hati dsb. Kelima, komponen hubungan,
pendekatan dalam proses belajar mengajar, yang dalam hal ini mengembangkan pola
hubungan yang demokratis, menghargai pendapat orang lain, manusiawi,
berorientasi pada kebenaran ilmiyah dan profesional. Keenam, komponen metode
yang dalam hal ini menggunakan metode ceramah (mau’idzah) dan perintah.
WIQAAYAH SEBAGAI MOTIASI
Kandungan
Surat at-Tahrim ayat 6 yang memerintahkan dengan tegas agar setiap mukmin
berupaya memelihara diri dan keluarga dari api neraka, memotiasi para mukmin
untuk saling mencari dan memberi pengetahuan terutama perihal bagaimana
melaksanakan pendidikan. Mengetahui materi dan metode pendidikan merupakan
sebuah kebutuhan.
Mencari
dan memberi pengetahuan akan menjadi tuntutan agar proses pendidikan mencapai
hasil yang maksimal, yang diantaranya adalah terbentuknya pribadi yang sempurna
baik sebagai abidullah sekaligus khalifah fil ardh.
*
$tBur c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuÏ9 Zp©ù!$2 4 wöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuÏj9 Îû Ç`Ïe$!$# (#râÉYãÏ9ur óOßgtBöqs% #sÎ) (#þqãèy_u öNÍkös9Î) óOßg¯=yès9 crâxøts ÇÊËËÈ
Tidak sepatutnya bagi
mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.(Q.S at-Taubah/9:122)
Oleh
karenanya, penguasaan pengetahuan tidak hanya akan menghindarkan dan mejaga diri
dan keluarga dari siksa api neraka, melainkan juga akan terangkat derajat
kemanusiaannya:
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) @Ï% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿt ª!$# öNä3s9 ( #sÎ)ur @Ï% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S al-Mujadalah/58:11)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Abdullah, M. Amin, Antara Al-Ghazali dan Kant:
Filsafat Etika Islam, alih bahasa Hamzah, Bandung: Mizan,
2002.
2.
Al-Ghazali, Abu Hamid, Ihyā' Ulūmuddīn,
Jilid III dan IV, alih bahasa Ismail
Ya'kub, Surabaya: Faisan, 1964.
3.
Fuaduddin TM, Pengasuhan Anak dalam Keluarga
Islam, cet. I Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender, 1999.
4.
Nata, Abuddin, Tafsir
Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawy), Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, Cet.5, 2012.
5.
Ulwan, Abdullah Nasih, Pendidikan Anak dalam
Islam,
alih bahasa Jamaluddin Miri, Cet. ke-3, Jakarta: Pustaka Amani, 2002.
6.
Zainuddin dkk., Seluk-Beluk
Pendidikan Dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
KENAPA KATA WIQAAYAH
DIJADIKAN MAKNA PENDIDIKAN ISLAM?
Tugas Terstruktur Ujian Tengah Semester II
Mata Kuliah Tafsir Tarbawy
Dosen Pengampu : Dr. H. Slamet Firdaus, MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar